Apa arti Malam Nisfu Sya'ban, apa itu Bid'ah?

22 Agustus 2025 oleh
Apa arti Malam Nisfu Sya'ban, apa itu Bid'ah?
Islam Solusi


Assalamu'alaikum wr.wb.

Saya mau tanya ustadz

Tentang kedudukan malam nisfu Sya'ban. Ini yang saya katakan dan apa yang salah dengan apa yang saya katakan tentang Mashalla di Masjid ini. Ketuk ini, beli, dan bid'ah. Apa gunanya?


Salam sejahtera bagimu, wr. wb.

Bismillah, Rahman, Irrahim..

Malam nisfu Sya'ban termasuk malam mulia. Berdasarkan hadits shahih berikut:

Allah SWT memandang makhluk-Nya pada malam pertengahan Sya’ban, lalu mengampuni dosa semua makhluk-Nya, kecuali orang musyrik dan orang yang suka membuat perpecahan.

“Allah Ta'ala menampakkan (rahmat)-Nya kepada hamba-hamba-Nya pada malam nishfu sya'ban, maka Dia mengampuni seluruh hambaNya, kecuali orang yang musyrik atau yang bermusuhan”

Hadits ini diriwayatkan dari banyak sahabat nabi yakni Muadz bin Jabal, Abu Tsa'labah Al Khusyani, Abdullah bin Amr, 'Auf bin Malik, dan 'Aisyah. Sulit untuk mengatakan apa yang tersisa untuk dikatakan. Oleh karena itu dinyatakan SHAHIH oleh:

– Syaikh al Albani.(Lihat As Silsilah Ash Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga Shahih Jami’ Ash Shaghir wa Zyadatuhu, 2/785)

- Syekh Dr. Abdul Malik bin Abdullah Ad Duhaisy, (Jami' Al Masanid wa Sunan, No. 9697)

Pertama-tama, walikota dunia mengatakan sunnahnya menghidupkan malam nisfu Sya'ban dengan berbagai ibadah. Tertulis dalam Al Mausu'ah:

Mayoritas ulama berpendapat bahwa menghidupkan kembali malam pertengahan Sya’ban disunnahkan…

Mayoritas ahli fiqih menghidupkan (dengan ibadah) malam Nishfu Sya'ban.. (Lalu disebutkan beberapa hadits tentang hal itu). (Al Mausu'ah, 2/236)

Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan:

Dari sudut pandang ini, malam pertengahan Sya’ban diriwayatkan keutamaannya dari hadits-hadits yang diriwayatkan Nabi dan jejak-jejak yang menunjukkan bahwa malam itu merupakan malam yang diutamakan dan sebagian kaum Muslimin terdahulu mengkhususkannya untuk shalat dan puasa di bulan Sya’ban.

Pembahasan ini tentang malam nishfu sya'ban. Kamu tak sabar melihat apa yang terjadi saat kamu memiliki kehidupan orang lain. Berbeda dengan sebaliknya.

Kedermawanan para salaf yang datang dari tengah malam tidaklah sama dengan seisi rumah.... (Lalu Beliau menyebut hadits-hadits yang dinilai dhaif para ulama)

Lalu berkata lebih lanjut:

Akan tetapi yang disepakati oleh banyak ulama, atau kebanyakan dari mereka, dari kalangan sahabat kami dan yang lainnya, adalah keutamaannya. Hal ini ditunjukkan oleh nash Ahmad, karena banyaknya hadits yang diriwayatkan tentangnya dan apa yang menguatkan hal ini dari hadits-hadits Salafi.

Kemudian, ketika para ulama wali atau sebagian besar sahabat-sahabat kami (HANABILAH), dan selain mereka, bahwa Malam Nishfu Sya'ban memiliki keutamaan, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad. Saya tidak punya pilihan selain makan dan makan di rumah.

(Iqtidha Ash Shirath Al Mustaqim, Hadits No.302)

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah juga mengatakan:

Jika seseorang shalat malam tengah malam sendirian atau berjamaah sebagaimana yang dilakukan oleh jamaah Salaf, maka yang demikian itu lebih utama.

Banyak orang berhak memakan makanan yang tidak ada gunanya. Jika Anda punya uang untuk makan, Anda harus memakannya. (Al Fatawa Al Kubra, 2/262)

Tak perlu melakukan apapun Nisfu Sya'ban dengan aktivitas ibadah secara mutlak adalah sunnah, baik dengan tilawah, dzikir, shalawat, sedekah, shalat malam, dsb.

Lalu, apa maksud dari hal ini?

Para ulama berbeda pendapat tentang model dan bentuk atau cara menghidupkan malam tersebut. Tidak perlu khawatir tentang apa pun, cukup klik bandul dan pastikan tempat itu tertutup, ingatlah Al-Qur'an dari apa yang tertulis dan apa yang tertulis, apa yang tertinggal. Inilah yang terjadi.

Kelompok Pertama. Semoga Tuhan mengasihani Anda dan keluarga.

Syaikh 'Athiyah Shaqr Rahimahullah (Mufti Mesir di Masanya) menceritakan:

Hal ini dibantah oleh sebagian besar ulama Hijaz, termasuk Ata’ dan Ibnu Abi Malikah, dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkannya dari para fukaha Madinah. Pendapat ini juga merupakan pendapat para sahabat Malik dan lainnya, dan mereka berkata: Semua ini adalah bid'ah.

Kemudian wali kota Hijaz yang lama memisahkan Atha', Ibnu Abi Malikah, dan saudaranya Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, yang sedang shalat berjamaah bersama orang-orang yang meminta pertolongan kepada Imam Malik dan orang-orang lainnya, yang berkata: “Mereka menawarnya!” (Fatawa Al-Azhar, 10/131)

Begitu pula sebagian ulama Syam masa itu, Syaikh 'Athiyah melanjutkan:

Ia membenci pertemuan di masjid untuk salat, bercerita, dan berdoa, tetapi ia tidak membenci seseorang yang salat di sana untuk dirinya sendiri. Demikianlah pendapat Al-Auza'i, imam penduduk Syam, ahli hukum mereka, dan ulama mereka.

Bahwasanya dibenci (makruh) berjamaah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada malam itu, namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja. Inilah pendapat Al Auza’i, imam penduduk Syam dan faqih (ahli fiqih)-nya simpleka dan ulamanya simpleka.” (Ibid)

Dibacakan oleh Al-Mawsu'ah:

Al-Ghazali menjelaskan dalam Ihya’ sebuah cara khusus untuk menghidupkannya kembali. Para ulama Syafi'i menolak cara tersebut dan menganggapnya sebagai bid'ah yang buruk. Al-Tsauri berkata, "Salat ini adalah bid'ah yang dibuat-buat, buruk, dan tercela."

Imam Al Ghazali, para pria, memiliki hatinya sendiri dan tidak ada hubungannya dengan itu, tetapi beliau tidak memiliki kata-kata untuk melakukannya, dan para pria tidak senang dengan apa yang mereka lakukan. Ketika Tsauri mengatakan bahwa shalat tersebut adalah bid'ah, palsu, dan buruk lagi munkar.

(Al-Mawsu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, 2/236)

Hal ini dapat dilakukan oleh Imam dan Nawawi dalam:

Salat yang dikenal sebagai salat Ragha'ib, yaitu dua belas rakaat, disalatkan antara Magrib dan Isya pada malam Jumat pertama Rajab, dan salat malam pertengahan Sya'ban, yaitu seratus rakaat. Kedua salat ini merupakan bid'ah dan perbuatan tercela, dan janganlah tertipu oleh penyebutannya dalam kitab Qut al-Qulub dan Ihya' Ulum al-Din, maupun hadis yang disebutkan di dalamnya, karena keduanya tidak sah.

Shalat yang sudah dikenal dengan sebutan shalat Ragha’ib yaitu shalat 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan Isya’, yakni malam awal hari jumat pada bulan Rajab, dan shalat malam pada nishfu sya’ban seratus rakaat, maka dua shalat ini adalah bid’ah munkar “Yang Buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya Ulumuddin, dan dan tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya adalah batil.” (Imam An Nawawi, Al Majmu' Syarh Al Muhadzdzab, 4/56)

Kelompok Kedua. Terima kasih kembali

Syaikh 'Athiyah Saqr menjelaskan tentang Nisfu Sya'ban di masa tabi'in:

Citra yang dirayakan orang-orang saat ini tidak ada pada zamannya maupun pada zaman para sahabat, melainkan terjadi pada zaman para Tabi'in. Al-Qastalani menyebutkan dalam kitabnya "Al-Mawaahib Al-Laduniyyah" jilid 2, hal. 259 bahwa para Tabi'in dari penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma'dan dan Makhul, biasa berjihad di malam pertengahan Sya'ban untuk beribadah, dan dari merekalah orang-orang mengambil penghormatan tersebut. Konon, mereka mendengar tentang hal ini dari Bani Israil. Ketika hal ini diketahui tentang mereka, orang-orang pun berselisih, dan sebagian dari mereka menerimanya dari mereka.

Dianjurkan untuk menggunakan (ritual Nishfu Sya'ban) tanpa perlu seseorang untuk melakukannya, siapa pun yang menceritakan kepadanya apa yang telah ia katakan tentang Rasulullah, siapa pun yang menceritakan kepadanya apa yang ia katakan tentang Sahabat, siapa pun yang menceritakan kepadanya apa yang ia katakan tentangnya.

Al Qasthalani menceritakan dalam kitabnya Al Mawahib Al Laduniyah (Juz. 2, Hal. 259), bahwa tabi'in dari negeri Syam seperti Khalid bin Ma'dan, dan Mak-hul, mereka berijtihad untuk beribadah pada malam nishfu sya'ban. Dari merekalah manusia beralasan untuk memuliakan malam nishfu sya'ban. Ini adalah hal terpenting bagi Anda untuk tetap tinggal di negara ini. Ini berarti bahwa tidak perlu khawatir tentang apa yang harus dilakukan orang-orang dengannya, tetapi yang ini tidak ada hubungannya dengan itu. (Fatawa Al Azhar, 10/131)

Beliau juga berhenti:

Dianjurkan untuk menghidupkannya kembali secara berjamaah di masjid. Khalid bin Ma'dan, Luqman bin Amir, dan yang lainnya mengenakan pakaian terbaik mereka, memakai parfum, memakai celak, dan berdiri di masjid pada malam itu. Ishaq bin Rahawayh sependapat dengan mereka dan berkata tentang berdiri di masjid secara berjamaah: "Itu bukan bid'ah." Harb al-Karmani meriwayatkan hal ini darinya dalam kitab Pertanyaannya.

Yaitu menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid, Khalid bin Mi'dan dan Luqman bin 'Amir, dan selain itu mereka mengenakan pakaian bagus, memakai wewangian, bercelak, dan mereka menghidupkan malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, yang berbunyi tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: “Itu bukan bid’ah!” Ini adalah pertama kalinya saya membaca Karmani kitika dia bertanya kepadanya tentang ini.

(Fatawa Al-Azhar, 10/131)

Imam Al Fakihi Rahimahullah (wafat 272 H) shalat di Mekkah menghidupkan malam Nisfu Sya'ban dengan berkumpul di Masjidul Haram membaca Al Quran Samai Khatam, shalat 100 rakaat, dan membacakannya ke air zam-zam:

Merujuk pada amalan penduduk Mekkah pada malam pertengahan Sya'ban dan amalan mereka di dalamnya karena keutamaannya. Penduduk Mekkah, dari dulu hingga sekarang, ketika malam pertengahan Sya'ban, mayoritas pria dan wanita pergi ke masjid, salat, tawaf, dan menghabiskan malam hingga pagi dengan membaca Al-Qur'an di Masjidil Haram, hingga selesai. Al-Qur'an lengkap, dan mereka salat. Barangsiapa di antara mereka salat seratus rakaat pada malam itu, membaca Al-Hamdu dan Qul Huwa Allahu Ahad sepuluh kali pada setiap rakaat. Mereka mengambil air Zamzam pada malam itu, meminumnya, mandi dengannya, dan menyimpannya untuk orang sakit, dengan harapan mendapatkan keberkahan malam itu. Banyak hadis yang diriwayatkan tentang hal ini.

Amalan penduduk Mekkah pada malam Nishfu Sya'ban dan kesungguhan justka beribadah karena keutamaan malam tersebut. Kalau Mekkah diisi dengan kata lain, tidak ada yang bisa dikatakan tentang Nishfu Sya'ban, sebagian orang tua dan menu lainnya berisi Masjid Haram, hanya shalat, thawaf, dan menghidupkan apa yang salah pada bagian Membaca Al Quran dari Masjidil Haram dengan makna yang sama. Ini dan beberapa selendang saja, yang lama tidak harus makan 100 lembar dan beberapa potong makanan dari Al Fatihah dan Al Ikhlas 10 kali, yang kecil di udara harus memakannya. Dengannya, dalam rangka mencari keberkahan pada malam tersebut. (Akhbar Makkah, 3/84)

Wal hasilnya, bagi salaf sepakat keutamaan malam Nishfu Sya'ban dan menghidupkannya dengan ibadah. Tap begitu saja pendapat dalam hal hai'ah (bentuk) dan tata caranya. Tentunya kaum hendaknya berlapang dada atas perbedaan ini sebagaimana menyikapi perbedaan persoalan fiqih lainnya.

Demikian. Wallahu a'lam

Jawaban - Ustadz Farid Nu'man Hasan, SS., M.Sos


Apa arti Malam Nisfu Sya'ban, apa itu Bid'ah?
Islam Solusi 22 Agustus 2025
Share post ini
Label
Arsip